Rabu, 08 April 2015

Menyejahterakan Guru Serumit Itu?

Jika dipikirin kenapa sih mensejahterakan guru honor di sekolah negeri dan swasta kecil sedemikian rumitnya. Apakah kendala alokasi dana untuk itu terbatas sehingga pemerintah tidak mampu? Mendapat tunjangan profesi sedemikian sulit karena swasta kecil jumlah rombongan belajarnya terbatas sehingga terbatas pula jumlah jam/minggunya, harus cari sekolah lain untuk memenuhi target 24 jam / Minggu itu syukur-syukur ada sekolah yang membutuhkan kalau tidak ada? Bahkan harus bolak-balik dari satu sekolah ke sekolah lain di kecamatan yang berbeda? Dengan gaji hanya ratusan ribu guru honor harus rela tekor bensin, servis motor dengan gaji Hanya ratusan ribu. Profesi macam apa ini? 

Saya mengajar mata pelajaran IPA di sekolah swasta kecil mengajar kelas VII, VIII dan IX sekaligus harus membuat Program tahunan, program semester, KKM, Silabus RPP yang berbeda, materi dan media ajar yang berbeda, perangkat evaluasi yang berbeda hanya dihitung 12 jam / Minggu, bandingkan dengan yang lebih beruntung mengajar di sekolah besar cukup kelas VII saja memegang 6 kelas tetapi dengan Program tahunan, program semester, KKM, Silabus RPP yang sama, materi dan media ajar yang sama, perangkat evaluasi yang sama Alhamdulillah 24 jam/Minggu. Adilkah? Adil jika guru tidak direpotkan dengan membuat Program tahunan, program semester, KKM, Silabus RPP, materi dan media ajar, perangkat evaluasi. 

Rubah sistem tunjangan profesi semua guru (PNS, Honorer, swasta) berhak mendapatkan tunjangan profesi. Hapus program PLPG atau PPG untuk guru lulusan S1/S2 Fakultas Ilmu Pendidikan atau lainnya yang sudah berijazah akta IV karena sudah termasuk profesional sebagai guru tanpa harus mengikuti program PLPG atau PPG. Apa masih kurang menjadikan mahasiswa calon guru itu menjadi profesional dengan perkuliahan 4 tahun kuliah apa lagi yang sudah S2 sehingga harus mengikuti PLPG atau PPG yang tergolong singkat. Sama saja merendahkan kampus karena perkuliahannya tidak cukup menjadikan alumninya menjadi profesional sehingga membutuhkan bimbingan program PLPG atau PPG, lucu bukan? Guru memang harus meningkatkan profesionalitasnya toh sudah ada program MGMP, PKG dan supervisi oleh kepala sekolah atau pengawas, ditambah lagi sudah semakin majunya dunia informasi dan telekomunikasi membuat pengembangan kualitas guru menjadi lebih mudah.

Jika saya boleh usul, tunjangan profesi hitung saja /jam guru itu mengajar dikalikan berapa besar uang tunjangan /jamnya. Misal saya mendapat 12 jam/Minggu dengan besar tunjangan pemerintah hanya mampu membayar Rp. 50.000/jamnya berarti saya mendapat tunjangan profesi sebesar Rp. 600.000/Bulan. Di tambah tunjangan Jabatan di buat /jam juga misal jabatan kepala sekolah dihitung 18 jam/Minggu, serta jabatan-jabatan yang lainnya. Semakin guru mendapat jumlah jam yang banyak semakin besar pula tunjangan yang didapat. Adil bukan? 

Semua kembali kepada pemegang kebijakan. Mudah-mudahan kita sebagai guru swasta kecil dan guru honorer lebih sejahtera, lebih jelas masa depannya.

Senin, 06 April 2015

Mengkritik Kebijakan Boleh, Lebih Baik Memberikan Solusi. Jangan Menghujat, Mencaci Maki Menyulut Permusuhan dan Memfitnah



Akhir-akhir dunia maya sangat gaduh oleh kritikan-kritikan, sindiran, bahkan sampai berkata kasar, kotor mencaci presiden. Tak jarang juga ada yang membela presiden dan terjadilah perdebatan sengit. Inikah bangsa Indonesia? Bangsa kita terlalu reaktif terhadap isu-isu tanpa peduli benar atau tidak. Perhatikan screen shot dari sebuah grup faceebok dengan link https://www.facebook.com/groups/JOKO.WIDODO.PRESIDEN.MONYET/permalink/918987801477760/


Sebetulnya masih banyak lagi entah itu di Fan Page maupun grup-grup yang lain. Miris bukan?

Apakah dengan mencaci presiden bisa membuat orang miskin jadi kaya raya? apakah dengan menghujat presiden membuat orang lapar jadi kenyang? Apa manfaatnya? Jujur saya pun suka mengkritik kebijakan yang tidak pro rakyat. Kritikan itu adalah sebuah evaluasi dan koreksi bagi kebijakan tersebut. Tapi jika memprovokasi dengan kata-kata kasar, tidak pantas, kotor? Ah sudahlah, coba lihat sekeliling kita apa kita sudah menjadi rahmat buat sesama?

Tingkatkan persatuan dan kesatuan bangsa, berhenti menghujat dengan kata-kata kotor, berhenti menyulut permusuhan antar sesama, mari budayakan kritik yang membangun yang memberikan solusi “ Itu tidak bagus, Sebaiknya seperti ini Koh pak presiden”.  Kita adalah presiden untuk diri kita sendiri, bijaklah pada diri sendiri dan orang lain.

SALAM DAMAI UNTUK BANGSA INDONESIA